Selasa, 27 Agustus 2013

# 1.Anak Emas,dari Keluarga Miskin



# 1.Anak Emas,dari Keluarga Miskin
Senja menukik, tertelan rimbunnya dedaunan. Menyisakan sorot-sorot cahaya yang sangat indah,menembus celah-celah dedaunan. Sedang didahan-dahan yang sebagian telah mengering,bertenggerlah beberapa ekor burung prenjak,terlihat sang induk sedang membagikan makanan yang telah ia dapatkan hari ini untuk anak-anaknya yang masih kecil dan tertatih-tatih, sudah seharian anak-anak burung itu menunggu jatah makannya. Suaranya berkicau riang penuh suka cita,dan alampun gembira melihat pesona indahnya kasih sayang yang terhampar,dengan mengirimkan seikat angin lembut yang menerpa penuh mesra seakan ikut menyapa dan memberikan kehangatan pada setiap dentuman peristiwa.

Langit yang memerah berganti kebiruan dan akhirnya gelap. Sang senjapun tutup usia,dan digantikanlah dengan iringan puji-pujian dari seluruh penjuru dunia. Mengagungkan Asma Tuhan Maha Pencipta yang Mulia. Melalui corong-corong penuh keparauan disurau-surau, kadang terdengar lengkingan suara missing yang beradu dengan suara tugas Mulia sebagai seorang Muadzin.
le..(nak) lek ndang nyang langgar (mushola)..!!” suara serak dari balik kain kumal penuh lubang, penyekat ruang tamu dengan dapur.
nggih bu’e,ini hasbi lagi ngambil sarung,sama peci..” hasbi kecil menjawab penuh dengan ketundukan perintah ibunya yang tercinta.
jangan lupa,sekalian bawa iqra’nya ya, itu bu’e taruh dilemari..”
Iya bu’e..hasbi pamit..Assalamualaikum…”
waalaikumsalam…”
Setelah mengecup punggung tangan ibunya,hasbi bergegas berjalan cepat dengan mendekap iqra’ lusuh didadanya,yang sudah ibunya belikan setahun lalu.
***
Bu ruminah,adalah seorang ibu yang memilki tiga orang anak, sepeninggal suaminya yang terkena serangan penyakit ashma, bu ruminah harus pontang-panting untuk mengurus ketiga anaknya. Anaknya yang pertama adalah Tari, dia baru saja lulus dari SMP, dan ingin sekali bisa melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMA, namun karena Bu Ruminah tidak mempunyai cukup biaya,dia hanya bisa menyekolahkan Tari sampai SMP saja. Sebagai anak pertama, Tari-lah yang menjadi tumpuan Bu Ruminah untuk membantunya dalam merawat dan membesarkan kedua adiknya Syaiful dan Hasbi. Setelah tiga tahun yang lalu, Tari yang lulus dengan nilai yang cukup baik dibandingkan teman-temannya, tapi Tari harus puas,karena sebaik apapun nilainya ternyata hanya menjadi seonggok kertas yang tak berharga. Cukup puas hanya sebagai tenaga penjaga toko kelontong milik saudagar kaya di kampungnya, yang terkenal pelit meski sudah bertitel haji.
Tiga tahun sudah dia menahan kepayahan, merasakan betapa sulitnya mencari sepeser uang. Demi ibu dan adik-adiknya. Nalurinya sudah tidak bisa dia tahan, puncaknya dia keluar dari toko itu, dan ingin merantau saja.
Tari bertekad setelah dia tidak mungkin meneruskan sekolahnya, dia ingin merantau  ke Jakarta dan kerja di pusat ibu kota. Dia ingin mencari uang sebanyak-banyaknya dan bisa dikumpulkan untuk biaya sekolah adik-adiknya, dan sebagian bisa dia gunakan untuk menyambung mimpinya yang sempat terputus oleh kelamnya takdir.
Meski bu Ruminah keberatan dengan keputusan anak gadisnya itu, bu ruminah hanya bisa memberikan alternatif agar mencari pekerjaan yang dekat dengan rumah, dan bisa sewaktu-waktu pulang. Agar sekalian bisa mengawasi diri dan adik-adiknya. Namun,bu ruminah juga tahu betapa tidak mudahnya mencari pekerjaan, jika hanya berbekal ijazah SMP. Paling banter,hanya jadi kuli cuci rumah tangga, dan tenaga pembantu dirumah-rumah mewah.
Berbekal informasi dari pamannya yang sudah bertahun-tahun hidup dijakarta sebagai pengayuh becak, Tari tetap membulatkan tekad untuk pergi ke Jakarta dan mengadu nasib dikejamnya ibu kota.
Suatu siang yang mulai beranjak sore, dengan udara yang masih terasa panas.
bu, Tari berangkat ya..Tari mohon doane Bu’e, semoga Tari segera bisa mendapatkan pekerjaan. “ Tari berlinang air mata..
pasti nduk, bu’e selalu mendoakanmu…maafkan bu’e ya nduk..!!” bu ruminah,tak kalah histeris, menahan kepiluan hati,tidak hanya perasaan bersalahnya yang tidak mampu menyekolahkan anak gadisnya,tapi juga harus menahan kepergian anak sulungnya merantau ke Jakarta.
sudahlah bu, mungkin ini jalan hidup yang harus Tari tempuh dan tanggung sebagai anak sulung” Tari mencoba menenangkan hatinya dan hati Ibunya.
Tari jangan benci sama bu’e ya…!!”
sudah bu’e, Tari tidak mungkin to membenci Bu’e.Tari bertekad,untuk bisa memberikan kebanggaan sama Bue dan adik-adik,bahwa meski Tari hanya seorang wanita dan Cuma lulusan SMP, tapi Tari bisa mencari uang dan bisa menyekolahkan adik-adik.”
 sudah semakin sore, Tari berangkat ya Bu…”
hati-hati ya anak gadisku, jaga dirimu baik-baik. Jangan lupa sampai di Jakarta segera kabari bu’e, telpon ke nomornya mas Hanisf saja, sudah punya nomornya mas Hanif to..?”
mpun Tari simpen kok Bu..”
sama satu lagi nduk, jangan sekali-kali Tari melupakan Gusti Allah,ingat dalam keadaan apapun Tari harus tetap sholat, meski kita tidak punya apa-apa tapi kita masih punya Gusti Allah yang akan siap menolong kita dimanapun.Mohon petunjukNya selalu.” Bu ruminah banyak memberikan pesan kepada Tari. Naluri seorang ibu,yang merasakan kepergian anaknya untuk selama-lamanya.
Tari berangkat Bu, assalamualaikum…” seiring mengecup punggung tangan Ibunya,dengan diiringi linangan air mata yang tumpah menetes di pipi,Tari memeluk erat tubuh ringkih Ibunya, ibu yang selama ini telah banyak memberikan kasih sayang yang tak terkira, pasti nanti di Jakarta dia akan merindukan sosok Ibu, yang takkan dia dapati. Sanggupkah dia melewati hari-hari penuh perjuangan tanpa ada sosok Ibu yang ada disampingnya.
***

5 komentar: