# 1.Anak Emas,dari Keluarga Miskin
Senja menukik, tertelan rimbunnya dedaunan. Menyisakan
sorot-sorot cahaya yang sangat indah,menembus celah-celah dedaunan. Sedang
didahan-dahan yang sebagian telah mengering,bertenggerlah beberapa ekor burung prenjak,terlihat
sang induk sedang membagikan makanan yang telah ia dapatkan hari ini untuk
anak-anaknya yang masih kecil dan tertatih-tatih, sudah seharian anak-anak
burung itu menunggu jatah makannya. Suaranya berkicau riang penuh suka cita,dan
alampun gembira melihat pesona indahnya kasih sayang yang terhampar,dengan
mengirimkan seikat angin lembut yang menerpa penuh mesra seakan ikut menyapa
dan memberikan kehangatan pada setiap dentuman peristiwa.
Langit yang memerah berganti kebiruan dan akhirnya
gelap. Sang senjapun tutup usia,dan digantikanlah dengan iringan puji-pujian
dari seluruh penjuru dunia. Mengagungkan Asma Tuhan Maha Pencipta yang Mulia.
Melalui corong-corong penuh keparauan disurau-surau, kadang terdengar
lengkingan suara missing yang beradu dengan suara tugas Mulia sebagai seorang
Muadzin.
“ le..(nak) lek
ndang nyang langgar (mushola)..!!” suara serak dari balik kain kumal penuh
lubang, penyekat ruang tamu dengan dapur.
“ nggih bu’e,ini
hasbi lagi ngambil sarung,sama peci..” hasbi kecil menjawab penuh dengan
ketundukan perintah ibunya yang tercinta.
“ jangan
lupa,sekalian bawa iqra’nya ya, itu bu’e taruh dilemari..”
“Iya bu’e..hasbi
pamit..Assalamualaikum…”
“waalaikumsalam…”
Setelah mengecup punggung tangan ibunya,hasbi bergegas
berjalan cepat dengan mendekap iqra’ lusuh didadanya,yang sudah ibunya belikan
setahun lalu.
***
Bu ruminah,adalah seorang ibu yang memilki tiga orang
anak, sepeninggal suaminya yang terkena serangan penyakit ashma, bu ruminah
harus pontang-panting untuk mengurus ketiga anaknya. Anaknya yang pertama
adalah Tari, dia baru saja lulus dari SMP, dan ingin sekali bisa melanjutkan
sekolahnya ke jenjang SMA, namun karena Bu Ruminah tidak mempunyai cukup
biaya,dia hanya bisa menyekolahkan Tari sampai SMP saja. Sebagai anak pertama,
Tari-lah yang menjadi tumpuan Bu Ruminah untuk membantunya dalam merawat dan
membesarkan kedua adiknya Syaiful dan Hasbi. Setelah tiga tahun yang lalu, Tari
yang lulus dengan nilai yang cukup baik dibandingkan teman-temannya, tapi Tari
harus puas,karena sebaik apapun nilainya ternyata hanya menjadi seonggok kertas
yang tak berharga. Cukup puas hanya sebagai tenaga penjaga toko kelontong milik
saudagar kaya di kampungnya, yang terkenal pelit meski sudah bertitel haji.
Tiga tahun sudah dia menahan kepayahan, merasakan
betapa sulitnya mencari sepeser uang. Demi ibu dan adik-adiknya. Nalurinya
sudah tidak bisa dia tahan, puncaknya dia keluar dari toko itu, dan ingin
merantau saja.
Tari bertekad setelah dia tidak mungkin meneruskan
sekolahnya, dia ingin merantau ke
Jakarta dan kerja di pusat ibu kota. Dia ingin mencari uang sebanyak-banyaknya
dan bisa dikumpulkan untuk biaya sekolah adik-adiknya, dan sebagian bisa dia
gunakan untuk menyambung mimpinya yang sempat terputus oleh kelamnya takdir.
Meski bu Ruminah keberatan dengan keputusan anak
gadisnya itu, bu ruminah hanya bisa memberikan alternatif agar mencari
pekerjaan yang dekat dengan rumah, dan bisa sewaktu-waktu pulang. Agar sekalian
bisa mengawasi diri dan adik-adiknya. Namun,bu ruminah juga tahu betapa tidak
mudahnya mencari pekerjaan, jika hanya berbekal ijazah SMP. Paling banter,hanya
jadi kuli cuci rumah tangga, dan tenaga pembantu dirumah-rumah mewah.
Berbekal informasi dari pamannya yang sudah
bertahun-tahun hidup dijakarta sebagai pengayuh becak, Tari tetap membulatkan
tekad untuk pergi ke Jakarta dan mengadu nasib dikejamnya ibu kota.
Suatu siang yang mulai beranjak sore, dengan udara
yang masih terasa panas.
“ bu, Tari
berangkat ya..Tari mohon doane Bu’e, semoga Tari segera bisa mendapatkan
pekerjaan. “ Tari berlinang air mata..
“pasti nduk,
bu’e selalu mendoakanmu…maafkan bu’e ya nduk..!!” bu ruminah,tak kalah
histeris, menahan kepiluan hati,tidak hanya perasaan bersalahnya yang tidak
mampu menyekolahkan anak gadisnya,tapi juga harus menahan kepergian anak
sulungnya merantau ke Jakarta.
“ sudahlah bu,
mungkin ini jalan hidup yang harus Tari tempuh dan tanggung sebagai anak sulung”
Tari mencoba menenangkan hatinya dan hati Ibunya.
“ Tari jangan
benci sama bu’e ya…!!”
“ sudah bu’e,
Tari tidak mungkin to membenci Bu’e.Tari bertekad,untuk bisa memberikan
kebanggaan sama Bue dan adik-adik,bahwa meski Tari hanya seorang wanita dan
Cuma lulusan SMP, tapi Tari bisa mencari uang dan bisa menyekolahkan adik-adik.”
“ sudah semakin sore, Tari berangkat ya Bu…”
“ hati-hati ya
anak gadisku, jaga dirimu baik-baik. Jangan lupa sampai di Jakarta segera
kabari bu’e, telpon ke nomornya mas Hanisf saja, sudah punya nomornya mas Hanif
to..?”
“ mpun Tari
simpen kok Bu..”
“ sama satu lagi
nduk, jangan sekali-kali Tari melupakan Gusti Allah,ingat dalam keadaan apapun
Tari harus tetap sholat, meski kita tidak punya apa-apa tapi kita masih punya
Gusti Allah yang akan siap menolong kita dimanapun.Mohon petunjukNya selalu.”
Bu ruminah banyak memberikan pesan kepada Tari. Naluri seorang ibu,yang
merasakan kepergian anaknya untuk selama-lamanya.
“ Tari berangkat
Bu, assalamualaikum…” seiring mengecup punggung tangan Ibunya,dengan
diiringi linangan air mata yang tumpah menetes di pipi,Tari memeluk erat tubuh
ringkih Ibunya, ibu yang selama ini telah banyak memberikan kasih sayang yang
tak terkira, pasti nanti di Jakarta dia akan merindukan sosok Ibu, yang takkan
dia dapati. Sanggupkah dia melewati hari-hari penuh perjuangan tanpa ada sosok
Ibu yang ada disampingnya.
***
terimakasih ilmu barunya sangat bermanfaat
BalasHapustiada perubahan tanpa usaha
BalasHapussemangat sekali
BalasHapushop over to this site go to this web-site see this page hop over to here useful content dolabuy ysl
BalasHapusofficial website click resources try this out you can check here find more Valentino Dolabuy
BalasHapus